PELESIR KE
GUNUNG BROMO
Kali ini KPPN Bojonegoro mengadakan pelesir
terbatas ke gunung Bromo yang diikuti sebelas orang ditambah satu mobil
kijang keluarga pak Ratoyo. Dengan segala perlengkapan pelesir ke gunung
yang sudah disiapkan mulai sarung tangan, kaos kaki, penutup kepala ala
ninja, jaket, balsem dan lain-lain, rombongan berangkat tanggal
25-07-2008 jam 19.45 wib.
Dari Probolinggo dengan menyusuri jalan yang terus
menanjak dan berkelok-kelok dalam kegelapan rombongan tiba di pos 2 (Ngadisari)
dan menemui rombongan pak Priyadi KPPN Bondowoso (yang dulu
di KPPN Bojonegoro) sudah menunggu, dengan membawa oleh-oleh khasnya
"tape Bondowoso". Dirasa berbincang-bincang dengan pak Pri dan
teman-teman dari KPPN Bondowoso cukup, kami melanjutkan perjalanan tapi
pak Pri bersama rombongan melanjutkan tidur.
Dari pos 2 Ngadisari kami menyewa tiga Hard Top untuk
pelesir ke gunung Penanjakan dan ke gunung Bromo, Rp 275.000,- setiap
Hard Top yang memuat enam orang pulang pergi. Dalam menyewa Hard Top
tidak perlu tergesa-gesa, karena jumlahnya 130 unit dan dalam satu hari
rata-rata dapat antrean satu kali mengangkut wisatawan yang pelesir.
Gunung Penanjakan
Perjalanan pelesir menuju Penanjakan dari
Ngadisari kira-kira 20 kilometer, menyusuri lautan pasir dan tebing
dengan jalan yang terus naik didalam kegelapan pagi. Tapi anehnya selama
perjalanan sampai di puncak Penanjakan tidak ada kabut. Ya mungkin tanda
kalalu alam kita sudah rusak. Sesampainya di puncak Penanjakan (suhu
antara "02 sampai 20" derajat, dari berbagai sumber), bagi yang tidak
membawa jaket bisa menyewa dan yang tidak membawa sarung tangan dan
tutup kepala bisa beli langsung.
Di puncak Penanjakan inilah kita menunggu matahari
terbit (sunrise), bersama wisatawan asing ditrap-trap tribun yang masih
dalam pembangunan. Disini kita merasakan bersatu, berkumpul bersama
orang berbagai bangsa dengan satu tujuan mengagumi, menikmati,
mensyukuri ciptaan Allah SWT yang tidak ada tandingannya ini. Selain
melihat sunrise, di Penanjakan yang punya ketinggian (2770m dpl} juga
untuk melihat gunung Bromo, gunung Batok, gunung Kursi sebagai
background terlihat gunung Semeru yang menjulang tinggi yang seriap 15
menit batuk mengeluarkan asap. Lokasi di puncak Penanjakan selain jadi
rebutan wisatawan juga jadi rebutan oleh operator seluler untuk
mendirikan antenna yang menjulang tinggi.
Gunung Bromo
Dari gunung Penanjakan selanjutnya turun
kembali ke lautan pasir, untuk pelesir ke gunung Bromo kira-kira melalui
lautan pasir sepanjang 2000 meter. Bagi yang malas jalan kaki menuju
gunung Bromo bisa menyewa kuda sekitar Rp 25.000,- sekali jalan.
Selanjutnya naik anak tangga (bukan naik kuda) sekitar 250 jumlahnya. Di
puncak gunung Bromo (2390m dpl) kita bisa melihat lautan pasir seluas
kira-kira 5.200 hektar dan bisa melihat puncak gunung Penanjakan yang
tadi kita injak.
Di gunung Bromo sudah tidak dingin lagi, seperti yang
penulis rasakan pada tahun 1990. Kala itu dalam perjalanan (jalan kaki)
badan sudah kedinginan dan hidung meler serta tersumbat. Kali ini harus
melepas tiga jaket yang penulis kenakan, akhirnya malah repot bawa jaket.
Jadi kalau hanya ke gunung Bromo pakai t-shirt saja, yang penting bawa
sapu tangan untuk menutup hidung dan mulut dari debu lautan pasir campur
tai kuda (ingat di Sarangan) yang berterbangan karena diaduk oleh kaki
manusia dan kaki kuda.
Kami bertemu kembali dengan rombongan pak Priyadi yang
mau pulang di lautan pasir, yang juga dibangun Pura untuk upacara adat
agama Hindu antara lain Kasada.
Inilah pelesir penulis bersama pak Ratoyo (Gusdur
08) yang terakhir kali, karena beliau tanggal 01
Agustus 2008 mundur atau
pensiun, jadi sudah tidak di Bojonegoro lagi. Tapi semoga masih kangen
Bojonegoro dan mengajak pelesir lagi bersama keluarga besar KPPN
Bojonegoro.
27-07-08
060073000 |